Selama 13 tahun,
ayah atau ibu menyimpan rahasia besar ini. Selama itu pula, aku merasa
dibohongi oleh ayah atau ibu. Parahnya justru karena kematian yang membuat
rahasia ini terkuak. Setelah ketiadaan, kebenaran muncul bak pahlawan
kesiangan.
*****
Saat orang –
orang bertanya, siapa manusia yang paling dihormati?, maka aku akan menjawab,
ayah. Bukan ibu?, karena ibuku sudah meninggal ketika melahirkanku. Meski
begitu, itu tidak akan meninggalkan rasa cintaku pada ibu. Hanya saja selama 13
tahun, aku mendapat didikan dari ayah bukan ibu. Ayah yang telah mengajariku
semuanya. Dengan kecerdasan, kasih sayang, ketegasan, dan kewibawaan yang
membuatku sangat menghormati ayah. Bahkan sampai di ujung usianya, aku masih
menghormatinya.
Ayah mengajariku
bagaimana caranya bertahan di kehidupan yang keras ini. Ayah mengajariku
bagaimana caranya melawan arus deras dalam hidup. Dan ayah mengajariku
bagaimana caranya bersikap pada seorang wanita. Khusus yang terakhir, selama
hidupku akan selalu kuingat dan berusaha untuk kujalankan. Menurut ayah, wanita
itu lebih mengandalkan perasaan daripada pikiran. Caranya memahami wanita
adalah dengan ikut terjun ke dalam hatinya untuk mengetahui perasaannya. Pernah
suatu saat aku bertanya pada ayah.
“wanita hanya
mengandalkan perasaan, itukah sebabnya mereka sering menangis?”. Dan ayah
tersenyum sebelum bertanya balik padaku.
“kamu tahu arti
di setiap air matanya?”, kata ayah balik bertanya.
“kesedihan,
itukah arti air mata mereka ayah?”, ayah menggeleng. “lalu apa arti dari air
mata mereka?”.
“saat melihat
anaknya lahir, wanita akan menangis. Saat anaknya sakit, wanita akan menangis.
Saat anaknya juara, wanita juga akan menangis. Bahkan saat anaknya tersakiti,
wanita akan menangis. Itulah arti dari setiap air mata mereka, anakku”,
katanya, kemudian ayah kembali melanjutkan. “wanita itu luar biasa, bahkan
melebihi laki – laki. Kasih sayangnya mampu menentramkan jiwa. Kekuatannya
mampu menguatkan jiwa”.
“lalu kenapa
Tuhan tidak menciptakan aku sebagai seorang wanita agar menjadi manusia luar
biasa?”, tanyaku tidak puas. Lagi – lagi ayah hanya tersenyum sebelum menjawab.
“karena Tuhan
ingin kamu menjaga wanita itu. Menggenggam tangannya saat ia tersakiti.
Memeluknya saat ia ketakutan. Menciumnya saat ia bersedih. Kemudian ucapkan
kata – kata cinta padanya”.
“hanya itu,
ayah?”.
“ya, kau hanya
perlu melakukan itu. Karena wanita percaya kalau genggaman tangan mampu
mengobati luka. Pelukan hangat mampu meredam ketakutan. Sebuah ciuman mampu
menghapus kesedihan. Dan kata – kata cinta mampu mengembalikan semuanya”, kata
ayah mengakhiri.
*****
Suatu hari, saat
matahari mulai merambat pergi meninggalkan cahayanya. Saat sang senja mulai
datang dengan kesunyiannya. Di sudut ruang tamu, aku bertanya pada ayah.
“tidakkah ayah
merasa kesepian selama ini?”.
“kesepian?
Mengapa aku harus merasa kesepian sedangkan aku mempunyai kau di sampingku?”.
“bukan itu,
maksudku kesepian dari seorang wanita. Tidakkah ayah berfikir untuk
menghadirkan seorang wanita di rumah ini, maksudku istri untuk ayah”. Ayah
tersenyum. Senyum yang selalu kurindukan kehadirannya.
“kau
menginginkan sosok ibu?”, lagi – lagi ia balik bertanya.
“tidak, karena
bagiku ayah adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang”.
“lalu kenapa kau
bertanya seperti itu?”.
“aku hanya ingin
ada yang merawat ayah saat tua nanti”.
“kau tidak mau
merawatku?”.
“mau, tentu saja
aku mau merawat ayah. Hanya saja nanti aku juga akan memiliki kehidupan baru,
menikah, mempunyai istri dan anak. Aku tidak bisa selalu berada di samping
ayah”.
“kalau begitu
ayah yang akan merawat diri ayah sendiri”.
“apakah bisa?
Ayah bukan sosok wanita yang luar biasa?”, tanyaku ragu.
“katamu aku
adalah sosok ibu bagimu, maka aku juga bisa menjadi sosok yang luar biasa”,
katanya mengakhiri.
*****
Aku
memperhatikan sosok yang sedang terbujur kaku di hadapanku. Sosok yang selalu
kuhargai, kukagumi, kubanggakan. Sosok yang dulu kupanggil dengan sebutan
“ayah”. Tapi kini aku memanggilnya dengan sebutan “ibu”.
Tuhan menciptakan
bayi dalam keadaan suci, maka saat kembali seharusnya suci juga. Begitupun
mengenai jenis kelaminnya. Tuhan menciptakan seorang bayi dalam jenis wanita,
maka kembalinya harus menjadi wanita pula. Dan ayah menepati ini. Ayah kembali
pada Tuhan dalam keadaan seorang wanita, karena ia dilahirkan dalam keadaan
wanita. Ayahku seorang wanita.
Melalui sahabat
ayah yang datang melayat, aku mengetahui semua rahasia ini.
Dian tidak
pernah membayangkan sebelumnya kalau kejadian ini menimpanya. Puluhan berita
sudah pernah ia terima dari televisi dan koran. Baru pada hari ini, namanya
diperbincangkan dalam berita itu. Menjadi korban pemerkosaan.
Seorang wanita
tidak berdaya saat diperkosa di sebuah rumah kosong. Kalimat itu tertera dengan
jelas di salah satu koran terbitan ibukota. Wanita. Ia hanya seorang wanita
yang menurut lelaki adalah makhluk yang lemah, sehingga dengan mudahnya
diperlakukan seperti ini. Wanita identik dengan kelemahan. Laki – laki identik
dengan kekuatan.
Kelemahannya
semakin kuat di tengah ketidakberdayaan menghadapi kenyataan setelahnya. Bahwa
pemerkosa itu telah meninggalkan jejak dalam dirinya. Sebuah makhluk kecil
sedang tumbuh dalam rahimnya. Makhluk yang kelak akan memanggilnya dengan
sebutan ibu.
Ketakutan dan
ketidakberdayaan membuat lintasan gelap muncul dalam pikirannya. Namun saat
menyadari keberadaan makhluk itu membuat hal itu sirna. Terganti oleh secercah
cahaya baru yang coba ia nyalakan. Ia memutuskan untuk membiarkan makhluk kecil
ini lahir ke dunia. Tidak akan tega ia membunuh darah dagingnya sendiri. Apapun
alasan terciptanya makhluk itu.
Setelah makhluk
itu lahir dari tetesan keringat, teriakan kesakitan, dan darah pengorbanan, ia
juga mencoba menciptakan kembali sosok baru dalam dirinya. Sosok Dian telah mati,
dan tergantikan oleh sosok Dani. Ia bukan lagi wanita lemah yang dengan
mudahnya dihancurkan oleh lelaki. Sekarang ia adalah sosok lelaki kuat
tersebut. Meskipun dalam dirinya masih ada rasa cinta dan kasih sayang yang
melekat pada sosok wanita.
Ia rawat dan
besarkan anaknya dengan sosok baru itu. Tidak ada lagi panggilan ibu padanya.
Karena panggilan itu tergantikan oleh kata ayah. Ia besarkan anaknya dengan
kekuatan seorang lelaki. Ia besarkan anaknya dengan cinta dan kasih sayang
seorang wanita. Hingga membuat anaknya menjadi seperti ini. Membuat orang tua
lainnya melirik iri padanya.
Tapi kebahagiaan
itu masih saja terasa ada yang kurang. Saat perasaan mulai bermain di dalam
hatinya. Ia mulai merasa rindu dengan panggilan ibu padanya. Ingin sekali ia
memberitahu sosoknya yang sebenarnya pada anaknya. Namun saat pikiran dan
kekuatan lelaki berkuasa, rasa itu kembali hilang. Meskipun ia ingin kata ibu
keluar dari mulut anaknya. Dan sayangnya, hingga akhir hayatnya ia tidak pernah
mendengar kata itu.
Aku tidak pernah
malu mengakui kalau aku mengeluarkan air mataku. Air mata pertama yang
kuberikan untuk ayah sekaligus ibuku. Untuk kekuatan yang ia berikan dan untuk
kasih sayang yang ia juga berikan padaku. Tidak peduli jenis apa sosoknya,
karena yang terpenting, ayah atau ibuku adalah makhluk luar biasa. Tidak peduli
jenis apa sosoknya, karena yang terpenting aku sangat mencintainya.
*****