Sabtu, 24 Desember 2011

Rahim Ayah


Selama 13 tahun, ayah atau ibu menyimpan rahasia besar ini. Selama itu pula, aku merasa dibohongi oleh ayah atau ibu. Parahnya justru karena kematian yang membuat rahasia ini terkuak. Setelah ketiadaan, kebenaran muncul bak pahlawan kesiangan.
*****
Saat orang – orang bertanya, siapa manusia yang paling dihormati?, maka aku akan menjawab, ayah. Bukan ibu?, karena ibuku sudah meninggal ketika melahirkanku. Meski begitu, itu tidak akan meninggalkan rasa cintaku pada ibu. Hanya saja selama 13 tahun, aku mendapat didikan dari ayah bukan ibu. Ayah yang telah mengajariku semuanya. Dengan kecerdasan, kasih sayang, ketegasan, dan kewibawaan yang membuatku sangat menghormati ayah. Bahkan sampai di ujung usianya, aku masih menghormatinya.
Ayah mengajariku bagaimana caranya bertahan di kehidupan yang keras ini. Ayah mengajariku bagaimana caranya melawan arus deras dalam hidup. Dan ayah mengajariku bagaimana caranya bersikap pada seorang wanita. Khusus yang terakhir, selama hidupku akan selalu kuingat dan berusaha untuk kujalankan. Menurut ayah, wanita itu lebih mengandalkan perasaan daripada pikiran. Caranya memahami wanita adalah dengan ikut terjun ke dalam hatinya untuk mengetahui perasaannya. Pernah suatu saat aku bertanya pada ayah.
“wanita hanya mengandalkan perasaan, itukah sebabnya mereka sering menangis?”. Dan ayah tersenyum sebelum bertanya balik padaku.
“kamu tahu arti di setiap air matanya?”, kata ayah balik bertanya.
“kesedihan, itukah arti air mata mereka ayah?”, ayah menggeleng. “lalu apa arti dari air mata mereka?”.
“saat melihat anaknya lahir, wanita akan menangis. Saat anaknya sakit, wanita akan menangis. Saat anaknya juara, wanita juga akan menangis. Bahkan saat anaknya tersakiti, wanita akan menangis. Itulah arti dari setiap air mata mereka, anakku”, katanya, kemudian ayah kembali melanjutkan. “wanita itu luar biasa, bahkan melebihi laki – laki. Kasih sayangnya mampu menentramkan jiwa. Kekuatannya mampu menguatkan jiwa”.
“lalu kenapa Tuhan tidak menciptakan aku sebagai seorang wanita agar menjadi manusia luar biasa?”, tanyaku tidak puas. Lagi – lagi ayah hanya tersenyum sebelum menjawab.
“karena Tuhan ingin kamu menjaga wanita itu. Menggenggam tangannya saat ia tersakiti. Memeluknya saat ia ketakutan. Menciumnya saat ia bersedih. Kemudian ucapkan kata – kata cinta padanya”.
“hanya itu, ayah?”.
“ya, kau hanya perlu melakukan itu. Karena wanita percaya kalau genggaman tangan mampu mengobati luka. Pelukan hangat mampu meredam ketakutan. Sebuah ciuman mampu menghapus kesedihan. Dan kata – kata cinta mampu mengembalikan semuanya”, kata ayah mengakhiri.

*****
Suatu hari, saat matahari mulai merambat pergi meninggalkan cahayanya. Saat sang senja mulai datang dengan kesunyiannya. Di sudut ruang tamu, aku bertanya pada ayah.
“tidakkah ayah merasa kesepian selama ini?”.
“kesepian? Mengapa aku harus merasa kesepian sedangkan aku mempunyai kau di sampingku?”.
“bukan itu, maksudku kesepian dari seorang wanita. Tidakkah ayah berfikir untuk menghadirkan seorang wanita di rumah ini, maksudku istri untuk ayah”. Ayah tersenyum. Senyum yang selalu kurindukan kehadirannya.
“kau menginginkan sosok ibu?”, lagi – lagi ia balik bertanya.
“tidak, karena bagiku ayah adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang”.
“lalu kenapa kau bertanya seperti itu?”.
“aku hanya ingin ada yang merawat ayah saat tua nanti”.
“kau tidak mau merawatku?”.
“mau, tentu saja aku mau merawat ayah. Hanya saja nanti aku juga akan memiliki kehidupan baru, menikah, mempunyai istri dan anak. Aku tidak bisa selalu berada di samping ayah”.
“kalau begitu ayah yang akan merawat diri ayah sendiri”.
“apakah bisa? Ayah bukan sosok wanita yang luar biasa?”, tanyaku ragu.
“katamu aku adalah sosok ibu bagimu, maka aku juga bisa menjadi sosok yang luar biasa”, katanya mengakhiri.
*****
Aku memperhatikan sosok yang sedang terbujur kaku di hadapanku. Sosok yang selalu kuhargai, kukagumi, kubanggakan. Sosok yang dulu kupanggil dengan sebutan “ayah”. Tapi kini aku memanggilnya dengan sebutan “ibu”.
Tuhan menciptakan bayi dalam keadaan suci, maka saat kembali seharusnya suci juga. Begitupun mengenai jenis kelaminnya. Tuhan menciptakan seorang bayi dalam jenis wanita, maka kembalinya harus menjadi wanita pula. Dan ayah menepati ini. Ayah kembali pada Tuhan dalam keadaan seorang wanita, karena ia dilahirkan dalam keadaan wanita. Ayahku seorang wanita.
Melalui sahabat ayah yang datang melayat, aku mengetahui semua rahasia ini.
Dian tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau kejadian ini menimpanya. Puluhan berita sudah pernah ia terima dari televisi dan koran. Baru pada hari ini, namanya diperbincangkan dalam berita itu. Menjadi korban pemerkosaan.
Seorang wanita tidak berdaya saat diperkosa di sebuah rumah kosong. Kalimat itu tertera dengan jelas di salah satu koran terbitan ibukota. Wanita. Ia hanya seorang wanita yang menurut lelaki adalah makhluk yang lemah, sehingga dengan mudahnya diperlakukan seperti ini. Wanita identik dengan kelemahan. Laki – laki identik dengan kekuatan.
Kelemahannya semakin kuat di tengah ketidakberdayaan menghadapi kenyataan setelahnya. Bahwa pemerkosa itu telah meninggalkan jejak dalam dirinya. Sebuah makhluk kecil sedang tumbuh dalam rahimnya. Makhluk yang kelak akan memanggilnya dengan sebutan ibu.
Ketakutan dan ketidakberdayaan membuat lintasan gelap muncul dalam pikirannya. Namun saat menyadari keberadaan makhluk itu membuat hal itu sirna. Terganti oleh secercah cahaya baru yang coba ia nyalakan. Ia memutuskan untuk membiarkan makhluk kecil ini lahir ke dunia. Tidak akan tega ia membunuh darah dagingnya sendiri. Apapun alasan terciptanya makhluk itu.
Setelah makhluk itu lahir dari tetesan keringat, teriakan kesakitan, dan darah pengorbanan, ia juga mencoba menciptakan kembali sosok baru dalam dirinya. Sosok Dian telah mati, dan tergantikan oleh sosok Dani. Ia bukan lagi wanita lemah yang dengan mudahnya dihancurkan oleh lelaki. Sekarang ia adalah sosok lelaki kuat tersebut. Meskipun dalam dirinya masih ada rasa cinta dan kasih sayang yang melekat pada sosok wanita.
Ia rawat dan besarkan anaknya dengan sosok baru itu. Tidak ada lagi panggilan ibu padanya. Karena panggilan itu tergantikan oleh kata ayah. Ia besarkan anaknya dengan kekuatan seorang lelaki. Ia besarkan anaknya dengan cinta dan kasih sayang seorang wanita. Hingga membuat anaknya menjadi seperti ini. Membuat orang tua lainnya melirik iri padanya.
Tapi kebahagiaan itu masih saja terasa ada yang kurang. Saat perasaan mulai bermain di dalam hatinya. Ia mulai merasa rindu dengan panggilan ibu padanya. Ingin sekali ia memberitahu sosoknya yang sebenarnya pada anaknya. Namun saat pikiran dan kekuatan lelaki berkuasa, rasa itu kembali hilang. Meskipun ia ingin kata ibu keluar dari mulut anaknya. Dan sayangnya, hingga akhir hayatnya ia tidak pernah mendengar kata itu.
Aku tidak pernah malu mengakui kalau aku mengeluarkan air mataku. Air mata pertama yang kuberikan untuk ayah sekaligus ibuku. Untuk kekuatan yang ia berikan dan untuk kasih sayang yang ia juga berikan padaku. Tidak peduli jenis apa sosoknya, karena yang terpenting, ayah atau ibuku adalah makhluk luar biasa. Tidak peduli jenis apa sosoknya, karena yang terpenting aku sangat mencintainya.
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar