Sabtu, 25 Agustus 2012

Inikah yang namanya hidayah???

Saya tidak tahu apakah ini berita baik atau buruk. Ketika merasakan kepedihan karena ditinggal oleh saudara seiman, hati saya tiba-tiba menjadi bergetar. Rasanya ribuan air mata yang keluar tidak cukup untuk menghapus kepedihan ini. Kilatan momen-momen waktu lalu bergentayangan dalam benak. Dalam hati terselip rasa rindu yang begitu mengguncang.
Dalam hati sering berkata, "Ya Allah, inikah yang namanya ujian dari-Mu?" Di kebahagiaan yang begitu singkat, tiba-tiba kau berikan luka ini. Apakah ini balasan-Mu untuk umat yang selalu mengagungkan-Mu?
Di tengah-tengah rasa duka saya teringat sebuah pesan dari teman, kalau orang baik akan diambil dulu oleh Allah agar dunia yang penuh kejahatan ini tidak menodai kesholehannya. Air mata ini kembali keluar. Meskipun di dalamnya terselip harapan agar hati bisa ikhlas menerima.
Saya jadi sadar kalau hidup saya di dunia tidaklah lama. Entah sampai kapan Allah memberikan waktu untuk saya, tidak ada yang tahu. Yang saya harus lakukan adalah mempersipakan diri bila tiba-tiba Allah memanggil saya untuk kembali pada-Nya. Saya pasti tidak akan sanggup bila harus menghadap-Nya dalam keadaan kotor dan hina sedangkan Dia melahirkan saya ke dunia dalam keadaan suci.
Dalam perjalanan menuju arah untuk semakin mendekatkan diri pada-Nya, mungkin saya masih sering tersandung pada dosa yang sama. Kehilafan atau kesengajaan terjadi karena saya hanyalah manusia biasa yang tentunya tidak luput dari dosa. Saya hanya memohon dalam setiap sujud dan doa agar Allah mau memaafkan kesalahan saya.
Dalam ingatan itu, tersebesit rasa syukur pada-Nya. Karena dalam duka ada setitik cahaya yang insya Allah membuka hati saya. Kata-kata almarhum yang dulu masih hidup saya coba jadikan petunjuk untuk selalu istiqamah di jalan-Nya. Yang insya Allah itu semua akan mempertemukan kembali saya dan orang-orang mukmin dalam surga milik-Nya di kehidupan yang kekal nanti. Amien.

Memperbaiki

Saya sering bertanya dalam hati ketika menghadapi ini, "Bagaimana caranya untuk memperbaiki ini?" Berbulan-bulan, saya memikirkan ini dengan perasaan sombong yang dalam diri, karena saat itu saya berfikir kalau buatan saya adalah yang terbaik. Sampai suatu hari, untuk pertama kalinya saya memberanikan diri untuk menyuruh teman saya mencicipi hal ini. Komentar darinya tidak terlalu pedas tapi cukup membangun.
Kemudian saya coba untuk memperbaiki hal itu tanpa tahu apa yang harus diperbaiki. dalam perjalanan, saya menemukan banyak sekali kesalahan yang membuat saya malu sendiri. Kalau buatan saya itu jauh dan jauh dari kata bagus, apalagi sempurna. Kini saya tahu bagian mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus diganti.
Sekarang saya sedang emncoba memulai segalanya dari awal dengan tetap mempertahankan ciri khas yang melekat pada hal itu sebelumnya. Saya berharap kalau hasilnya nanti akan lebih baik dari sebelumnya.