Rabu, 26 Oktober 2011

much stories about love

Cinta,
Siapa orang di dunia ini yang tidak pernah mengenal kata cinta? Adakah?
Rasa - rasanya setiap manusia telah mengenal kata cinta. Atau merasakannya tanpa ia tahu kalau hal itu adalah sebuah cinta. 
Banyak sekali teori yang menjelaskan semua tentang cinta. Tak ada satupun yang mampu membenarkan teori - teori tersebut. Namun tak ada satupun juga yang mampu menyalahkan teori tersebut. Setiap orang mempunyai teorinya sendiri tentang cinta. Apapun teorinya, tapi sebenarnya cinta itu hanya satu.
Apa itu?
Entahlah, saya tidak ingin mengatakannya karena hanya akan menambah jumlah teori tentangnya. Yang jelas, setiap orang bisa memaknai cinta dengan teori - teorinya sendiri.
Cinta pada sang Khalid,
Cinta pada orang tua,
Cinta pada kekasih,
Dan masih banyak cerita - cerita cinta lainnya.
Biasanya, teori cinta tergantung dengan siapa sosok atau hal yang dicintai. Juga kondisi saat rasa cinta itu datang. Dengan konteks yang berbeda maka akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula.
Cinta, ada yang menganggapnya sebuah anugerah, ada pula yang menganggapnya sebuah musibah. Semua itu hanya tergantung pada kita yang menilai dan merasakannya. Cinta itu sebuah anugerah, jika kita merasa bahagia dibuatnya. Juga sebaliknya, cinta adalah musibah, jika kepedihan yang kita rasakan karena cinta. Hakikatnya, saat Tuhan menciptakan sesuatu di muka bumi pastilah ada manfaatnya untuk manusianya. Tapi manfaat itu bisa kita dapat, jika kita bisa menggunakannya dengan benar. Demikian pula dengan cinta. Baik buruk, bukan tergantung pada rasa cinta tapi pada sikap kita saat memaknai cinta itu.




Minggu, 16 Oktober 2011

antara seni tulisan dan kevulgaran

Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi menggemparkan teman - teman saya. Ketika ditugaskan untuk membacanya, saya agak terkejut dengan isinya. Karena ada beberapa bagian tersebut yang ditulis dengan kalimat yang "vulgar". Membuat saya sempat berfikir, apakah tidak ada lembaga yang menyensor tulisan tersebut. Ya, karena selama ini, saya hanya mengenal lembaga sensor untuk pornografi dan aksi. Tapi tidak ada untuk tulisan. Saya tidak terlalu mempermasalahkan adegan - agena tersebut, karena toh saya sudah dewasa. Tapi masalah bisa terjadi kalau bacaan ini dibaca oleh anak - anak smp atau sma. Mengingat ini  bacaan sastra yang mungkin saja bisa dibaca oleh anak sekolah yang menyukai sastra. Apalagi judul dan cover buku tersebut tidak mengisyaratkan kalau isi buku tersebut ada adegan yang tidak seharusnya dibaca oleh mereka.
Ya, penulis menulis buku ini dengan bahasa yang "buka - bukaan", tentu dengan mengatas namakan seni tulis. Sebagai pembaca saya tidak bisa menyalahkan penulis. Karena menurut saya, penulis hanya menulis oleh tuntutan diri sendiri bukan orang. Menulis untuk diri sendiri. Kalau ia menulis untuk orang lain, maka tentu hasil "pengakuan pariyem", tidak akan seperti yang kita baca. Akan ada banyak hal yang penulis pertimbangkan sebelum menulis.
Sebagai sosok yang sudah tumbuh dewasa, sudah selayaknya kita tidak lagi berfikiran buruk mengenai isi buku itu. Karena pandangan tergantung pada hasil pemikiran kita sendiri. Seburuk apapun sebuah buku, kalau kita memandangnya positif maka kita bisa mengambil hal positif di dalamnya. Begitupun sebaliknya. Dan sebaik apapun sebuah buku, kalau kita memandangnya negatif maka yang akan kita ambil adalah hal yang negatifnya